Sejarah ASEAN
ASEAN
itu (singkatan dari Association of Southeast Asian Nations atau Perhimpunan
Bangsa-Bangsa Asia Tenggara) adalah organisasi kawasan yang mewadahi kerjasama
antarnegara di Asia Tenggara sejak tahun 1967.
ASEAN
didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok (Ibu Kota Thailand) oleh
Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Pendirian itu di tandai
dengan penandatanganan Deklarasi Bangkok dan di peringati setiap tahun sebagai
hari ASEAN.
Pada
tanggal 5-8 Agustus 1967 kelima negara
tersebut mengadakan pertemuan di tepi
Pantai Bangsaem, bangkok, Thailand. Pertemuan
tersebut dihadiri oleh lima orang yang
merupakan wakil dari lima negara. Kelima
orang tersebut sebagai berikut.
1. Adam
Malik; Menteri Presidium Urusan Politik/Menteri
Luar Negeri indonesia.
2. Tun
Abdul Razak; Wakil Perdana Menteri Pembangunan
Malaysia.
3. Thanat
khoman; Menteri Luar Negeri Thailand.
4. S.
Rajaratnam; Menteri Luar Negeri Singapura.
Pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok,
Thailand dan melalui penandatanganan Deklarasi
Bangkok oleh Menteri Luar Negeri Filiphina,
Indonesia,Thailand, Malaysia, dan Singapura, maka dibentuklah
sebuah organisasi, yaitu ASEAN (Association
of South East Asian Nation).
Berdirinya
ASEAN dilatarbelakangi adanya persamaan diantara negara-negara Asia Tenggara.
Berikut ini persamaan-persamaan berikut
:
1. Persamaan
letak Geografis di kawasan Asia Tenggara.
2. Persamaan
budaya yakni budaya Melayu Austronesia
3. Persamaan
nasib dalam sejarah yaitu sama-sama sebagai negara bekas dijajah oleh bangsa
asing.
4. Persamaan
kepentingan untuk menjalin hubungan dan kerja sama di bidang ekonomi,sosial dan
budaya.
Berdirinya ASEAN juga
dilatarbelakangi oleh kesamaan sikap yang nonkomunis,mengingat komunis telah
menimbulkan ketidakstabilan dalam negeri masing-masing negara.

Makna perlambang
1. Lambang ASEAN ini
digunakan sebagai lambang resmi ASEAN.
2. Lambang ASEAN
melambangkan kemantapan, perdamaian, persatuan, dan dinamika ASEAN. Warna-warna
lambang — biru, merah, putih dan kuning — adalah warna-warna yang digunakan
dalam berbagai bendera negara-negara anggota ASEAN.
3. Warna biru
melambangkan perdamaian dan kemantapan, merah melambangkan keberanian dan
dinamika, putih melambangkan kesucian, dan kuning melambangkan kemakmuran.
4. Sepuluh batang padi
yang terikat melambangkan sepuluh negara anggota ASEAN. hal ini melambangkan
harapan para bapak pendiri ASEAN yang memimpikan ASEAN terdiri atas seluruh
sepuluh negara-negara Asia Tenggara yang terikat dalam persahabatan dan
solidaritas.
5. Lingkaran melambangkan
persatuan ASEAN.
6. Hak cipta Lambang
ASEAN dimiliki oleh ASEAN.
TUJUAN BERDIRINYA ASEAN:
Tujuan
terbentuknya ASEAN tercantum dalam naskah Deklarasi Bangkok, antara lain
sebagai berikut.
1. Mempercepat
pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan kebudayaan melalui usah-usah bersama
berdasarkan semangat kebersamaan, perekutuan, dan hidup damaidi kalangan bangsa
di Asia Tenggara.
2. Memajukan
perdamaian dan stabilitas regional dengan jalan saling menghormati keadilan
tata tertib hukum dalam hubungan antar negaradi Asia Tenggara.
3. Meningkatkan
kerjasama secara aktif dan saling membantu dalam hal-hal yang menjadi
kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, sosial, kebudayaan, teknik, ilmu
pengetahuan, dan administrasi.
4. Memberikian
bantuan satu sama lain dalam fasilitas-fasilitas latihan dan penelitian di
sektor-sektor pendidikan, profesi, teknik, dan administrasi.
5. Bekerja
sama secara efektif dalam memanfaatkan potensi pertanian dan industri,
perluasan perdagangan, perbaikan fasilitas-fasilitas komunikasi.
TOKOH-TOKOH
PENDIRI ASEAN:
1. Adam
Malik; Menteri Presidium Urusan Politik/Menteri
Luar Negeri indonesia.

Adam
Malik Batubara (lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara, 22 Juli 1917 –
meninggal di Bandung, Jawa Barat, 5 September 1984 pada umur 67 tahun) adalah
mantan Menteri Indonesia pada beberapa Departemen, antara lain ia pernah
menjabat menjadi Menteri Luar Negeri. Ia juga pernah menjadi Wakil Presiden
Indonesia yang ketiga. Adam Malik ditetapkan sebagai salah seorang Pahlawan
Nasional Indonesia pada tanggal 6 November 1998 berdasarkan Keppres Nomor
107/TK/1998.
2. Tun
Abdul Razak; Wakil Perdana Menteri Malaysia

Tun
Haji Abdul Razak bin Datuk Haji Hussein Al-Haj (lahir di Pulau Keladi, Pekan,
Pahang, Malaysia, 11 Maret 1922 – meninggal di London, Inggris, 14 Januari 1976
pada umur 53 tahun) adalah Perdana Menteri Malaysia ke-2, mulai tahun 1970
hingga 1976, menggantikan Tunku Abdul Rahman.
Selain
dikenal sebagai salah seorang tokoh pendiri Malaysia, ia juga penggagas Dasar
Ekonomi Baru, suatu program controversial dan juga pendiri Barisan Nasional
pada tahun 1973. Ia memiliki darah bangsawan Bugis yang
datang ke Malaya pada abad ke-19. Salah seorang putranya, Najib Tun Razak,
adalah Perdana Menteri Malaysia sejak 3 April 2009. Tun Abdul Razak wafat saat
masih menjabat sebagai Perdana Menteri pada tanggal 14 Januari 1976 karena
menderita leukemia.
3. Thanat
Khoman; Menteri Luar Negeri Thailand.

Thanat
Khoman lahir di Bangkok pada 9 Februari 1914. Thanat Khoman adalah mantan
Menter Luar Negeri Thailand. Ia salah satu menteri luar negeri (MenLu) yang
ikut dalam pembentukan ASEAN dalam Deklarasi Bangkok di Thailand. Thanat Khoman
sangat berperan dalam pendirian ASEAN seperti halnya pendiri ASEAN yang lain,
ia telah menandatangani perjanjian antar negara untuk membentuk ASEAN.
4. S.
Rajaratnam; Menteri
Luar Negeri Singapura.

Sinnathamby
Rajaratnam (lahir di Jaffna, Sri Lanka, 25 Februari 1915 – meninggal di
Singapura, 22 Februari 2006 pada umur 90 tahun), lebih dikenal sebagai S
Rajaratnam, adalah mantan politikus Singapura.
Ia bekerja sebagai
jurnalis The Straits Times pada era 1950-an. Ia menikah dengan Piroska Feher,
guru asal Hongaria, yang dijumpainya di London.
Pada 1959, Rajaratnam
beralih karier menjadi seorang politikus dan bergabung dengan Partai Aksi
Rakyat. Posisi-posisi yang dijabatnya ialah Menteri Kebudayaan (1959–1965),
Menteri Luar Negeri (1965–1980), Menteri Perindustrian (1968–1971), Wakil
Perdana Menteri (1980–1985), dan Menteri Senior hingga masa pensiunnya pada
1988. Ia lalu bekerja di Institut Studi Asia Tenggara hingga 1996. Saat
bertugas sebagai menteri luar negeri, ia merupakan salah satu
dari lima "bapak pendiri" ASEAN pada 8 Agustus 1967.
Pada 1966, setahun
setelah kemerdekaan Singapura, Rajaratnam menulis Ikrar Kebangsaan (National
Pledge).
5. Narciso
Ramos, Menteri Luar Negeri Filipina.

Narciso Rueca Ramos (11 November 1900 - 3 Februari
1986) adalah seorang diplomat, mantan politisi Filipina (pernah menjadi anggota
legislatif selama 5 periode), mantan pengacara dan wartawan. Dari 1965 ke 1968,
Narciso Ramos menjadi menteri luar negeri dalam pemerintahan Ferdinand Marcos.
Dalam kapasitas sebagai menteri luar negeri, beliau pada 8 Agustus 1967 menghadiri pertemuan di Bangkok. Pada hari itu pulalah Narciso Ramos dan keempat menlu lainnya menandatangani deklarasi pembentukan ASEAN. Narciso Ramos menjadi orang pertama yang memberikan sambutan dalam acara deklarasi tersebut. Ia mengatakan bahwa negosiasi yang telah dilakukan benar-benar menuntut niat baik, imajinasi, kesabaran dan saling memahami diantara kelima menteri luar negeri yang hadir.
Dalam kapasitas sebagai menteri luar negeri, beliau pada 8 Agustus 1967 menghadiri pertemuan di Bangkok. Pada hari itu pulalah Narciso Ramos dan keempat menlu lainnya menandatangani deklarasi pembentukan ASEAN. Narciso Ramos menjadi orang pertama yang memberikan sambutan dalam acara deklarasi tersebut. Ia mengatakan bahwa negosiasi yang telah dilakukan benar-benar menuntut niat baik, imajinasi, kesabaran dan saling memahami diantara kelima menteri luar negeri yang hadir.
KONFERENSI YANG MENGHASILKAN DEKLARASI
BERDIRINYA ASEAN:
Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN adalah pertemuan puncak antara pemimpin-pemimpin
negara anggota ASEAN yang diselenggarakan setiap tahunnya sejak KTT ke-7 tahun
2001.
Sejak
dibentuknya ASEAN telah berlangsung 14 kali KTT resmi, 4 KTT tidak resmi, dan 1
KTT Luar Biasa.Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN
Konferensi Tingkat
Tinggi ASEAN
|
|||
Tanggal
|
Negara
|
Tuan rumah
|
|
1
|
23-24 Februari 1976
|
||
2
|
4-5 Agustus 1977
|
||
3
|
14-15 Desember 1987
|
||
4
|
27-29 Januari 1992
|
||
5
|
14-15 Desember 1995
|
||
6
|
15-16 Desember 1998
|
||
7
|
5-6 November 2001
|
![]() |
|
8
|
4-5 November 2002
|
![]() |
|
9
|
7-8 Oktober 2003
|
![]() |
|
10
|
29-30 November 2004
|
![]() |
|
11
|
12-14 Desember 2005
|
![]() |
|
12
|
11-14 Januari 20071,2
|
||
13
|
18-22 November 2007
|
||
14
|
27 Februari-1 Maret
2009[1]3
|
![]() |
|
15
|
23 Oktober 2009
|
![]() |
|
16
|
8-9 April 2010
|
![]() |
|
17
|
28-30 Oktober 2010
|
![]() |
|
18
|
2011
|
||
1 Ditunda dari
tanggal sebelumnya 10-14 Desember 2006 akibat Badai Seniang
|
|||
2 Menjadi tuan rumah setelah Myanmar mundur karena ditekan AS dan UE
|
|||
3 Ditunda dari tanggal sebelumnya 12-17 Desember 2008 akibat krisis politik
Thailand 2008. Pertemuan pada Maret
kemudian dibatalkan akibat aksi unjuk rasa di lokasi pertemuan.
|
Hasil
Dari KTT Resmi ASEAN:
KTT ke-1
· Deklarasi
Kerukunan ASEAN; Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara (TAC);
serta Persetujuan Pembentukan Sekretariat ASEAN.
KTT ke-2
· Pencetusan
Bali Concord 1.
KTT ke-3
· Mengesahkan
kembali prinsip-prinsip dasar ASEAN.
· Solidaritas
kerjasama ASEAN dalam segala bidang.
· Melibatkan
masyarakat di negara-negara anggota ASEAN dengan memperbesar peranan swasta
dalam kerjasama ASEAN.
· Usaha
bersama dalam menjaga keamanan stabilitas dan pertumbuhan kawasan ASEAN.
KTT ke-4
· ASEAN
dibentuk Dewan ASEAN Free Trade Area (AFTA) untuk mengawasi, melaksanakan
koordinasi.
· Memberikan
penilaian terhadap pelaksanaan Skema Tarif Preferensi Efektif Bersama (Common
Effective Preferential Tariff/CEPT) menuju Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN.
KTT ke-5
· Membicarakan
upaya memasukan Kamboja, Laos, Vietnam menjadi anggota serta
memperkuat identitas ASEAN.
KTT ke-6
· Pemimpin
ASEAN menetapkan Statement of Bold Measures yang juga
berisikan komitmen mereka terhadap AFTA dan kesepakatan untuk mempercepat
pemberlakuan AFTA dari tahun 2003 menjadi tahun 2002 bagi enam negara
penandatangan skema CEPT, yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia,
Filipina, Singapura dan Thailand.
KTT ke-7
· Mengeluarkan
deklarasi HIV/AIDS.
· Mengeluarkan
deklarasi Terorisme, karena menyangkut serangan terorisme pada gedung WTC di
Amerika.
KTT ke-8
· Pengeluaran
deklarasi Terorisme, bagaimana cara-cara pencegahan.
· Pengesahan
ASEAN Tourism Agreement.
KTT ke-9
· Pencetusan
Bali Concord II yang akan dideklarasikan itu berisi tiga konsep komunitas ASEAN
yang terdiri dari tiga pilar, yaitu Komunitas Keamanan ASEAN (ASC), Komunitas
Ekonomi ASEAN (AEC) dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASSC).
KTT ke-10
· Program
Aksi Vientiane (Vientiane Action Program) yang diluluskan dalam konferensi
tersebut menekankan perlunya mempersempit kesenjangan perkembangan antara 10
negara anggota ASEAN, memperluas hubungan kerja sama dengan para mitra untuk
membangun sebuah masyarakat ASEAN yang terbuka terhadap dunia luar dan penuh
vitalitas pada tahun 2020.
KTT ke-11
· Perjanjian
perdagangan jasa demi kerja sama ekonomi yang komprehensif dengan Korea
Selatan, memorandum of understanding (MoU) pendirian ASEAN-Korea Center, dan
dokumen hasil KTT Asia Timur yang diberi label Deklarasi Singapura atas
Perubahan Iklim, Energi, dan Lingkungan Hidup.
KTT ke-12
· Membahas
masalah-masalah mengenai keamanan kawasan, perundingan Organisasi Perdagangan
Dunia (WTO), keamanan energi Asia Tenggara, pencegahan dan pengendalian
penyakit AIDS serta masalah nuklir Semenanjung Korea.
KTT ke-13
· Penandatanganan
beberapa kesepakatan, antara lain seperti perjanjian perdagangan dalam kerangka
kerjasama ekonomi dan penandatangan kerjasama ASEAN
dengan Korea Center, menyepakati ASEAN Center.
KTT ke-14
· Penandatanganan
persetujuan pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru
Hasil Dari KTT Tidak Resmi ASEAN:
KTT Tidak Resmi ke-1
· Kesepakatan
untuk menerima Kamboja, Laos, dan Myanmar sebagai anggota penuh
ASEAN secara bersamaan.
KTT Tidak Resmi ke-2
· Sepakat
untuk mencanangkan Visi ASEAN 2020 yang mencakup seluruh aspek yang ingin
dicapai bangsa-bangsa Asia Tengara dalam memasuki abad 21, baik di bidang
politik, ekonomi maupun sosial budaya.
KTT Tidak Resmi ke-3
· Kesepakatan
untuk mengembangkan kerja sama di bidang pembangunan ekonomi, sosial, politik
dan keamanan serta melanjutkan reformasi struktural guna meningkatkan kerja
sama untuk pertumbuhan ekonomi di kawasan.
KTT Tidak Resmi ke-4
· Sepakat
untuk pembangunan proyek jalur kereta api yang menghubungkan Singapura hingga
Cina bahkan Eropa guna meningkatkan arus wisatawan.
KTT Luar Biasa
(Jakarta 6 Januari 2005)
· Pembahasan
bagaimana penanggulangan dan solusi menghadapi Gempa atau Tsunami.
STRUKTUR ORGANISASI ASEAN:
Untuk
melaksanakan maksud dan tujuan ASEAN, maka dibentuklah struktur organisasi
ASEAN. Struktur
organisasi ini antara sebelum dan sesudah KTT I di Bali 1976 ada perbedaan.
a. Sebelum
KTT I di Bali 1976 Struktur Organisasinya Sebagai Berikut.
(1) Sidang
Tahunan Para Menteri Luar Negeri (ASEAN Ministerial Meeting). Sidang
Tahunan ini merupakan sidang tertinggi yang diadakan setiap tahun secara
bergilir di negara anggota.
(2) Standing
committee, diketuai oleh Menteri Luar Negeri Tuan Rumah, tugasnya melanjutkan
pekerjaan ASEAN dalam jangka waktu di antara sidang-sidang tahunan para Menteri
Luar Negeri.
(3) Komisi-komisi
Tetap (Permanent Committee), yang beranggotakan tenaga ahli serta pejabat
pemerintah negara-negara anggota. Tugas utama komisi ini adalah memberikan
rekomendasi terhadap rencana program ASEAN dan melaksanakan program tersebut
setelah mendapat persetujuan dari Sidang Tahunan Para Menteri.
(4) Komisi-Komisi
Khusus (Ad Hoc Committee), yakni Komisi khusus di bentuk sesuai kebutuhan
ASEAN.
(5) Sekretariat
Nasional ASEAN (National Secretariats), yang bertugas untuk mengkoordinasi pada
tahap nasional dalam melaksanakan keputusan-keputusan para menteri ASEAN dan
mempersiapkan agenda pertemuan Standing Comitte.
b. Sesudah
KTT I di Bali 1976 Struktur Organisasinya Ada Perubahan, Sebagai Berikut.
(1) Pertemuan Para Kepala
Pemerintahan ( Summit Meeting ).
(2) Sidang Tahunan Para Menteri Luar Negeri ASEAN.
(3) Sidang Para Menteri-Menteri Ekonomi.
(4) Sidang para Menteri lainnya (Non- Ekonomi).
(5) Standing Committee.
(6) Komite-Komite.
(2) Sidang Tahunan Para Menteri Luar Negeri ASEAN.
(3) Sidang Para Menteri-Menteri Ekonomi.
(4) Sidang para Menteri lainnya (Non- Ekonomi).
(5) Standing Committee.
(6) Komite-Komite.
PERAN
INDONESIA DI ORGANISASI ASEAN:
Peranan
Indonesia dalam ASEAN sangat besar di antaranya sebagai berikut.
a. Indonesia
merupakan salah satu negara pemrakarsa berdirinya ASEAN pada tanggal 8 Agustus
1967.
b. Indonesia
berusaha membantu pihak- pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian
dalam masalah Indocina. Indonesia berpendapat bahwa penyelesaian Indochina
secara keseluruhan dan Vietnam Khususnya sangat penting dalam menciptakan
stabilisasi di kawasan Asia Tenggara. Pada tanggal 15 – 17 Mei 1970 di Jakarta
diselenggarakan konferensi untuk membahas penyelesaian pertikaian Kamboja.
Dengan demikian Indonesia telah berusaha menyumbangkan jasa-jasa baiknya untuk
mengurangi ketegangan- ketegangan dan konflik-konflik bersenjata di Asia
Tenggara.
c. Indonesia
sebagai penyelenggara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pertama ASEAN yang
berlangsung di Denpasar, Bali pada tanggal 23 – 24 Februari 1976.
d. Pada
tanggal 7 Juni 1976 Indonesia pernah ditunjuk sebagai tempat kedudukan
Sekretariat Tetap ASEAN dan sekaligus ditunjuk sebagai Sekretaris Jenderal
Pertama adalah Letjen. H.R. Dharsono yang kemudian digantikan oleh Umarjadi
Njotowijono.
Pengertian Dan Sejarah Gerakan Non-Blok.
Gerakan ini dicanangkan dalam Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) yang dihadiri 25 negara dari Asia, Afrika, Eropa, dan
Latin Amerika diselenggarakan di Biograd (Belgrade), Yugoslavia pada tahun
1961. Pemimpin kharismatik dari Yugoslavia, Presiden Broz Tito, menjadi
Pimpinan pertama dalam Gerakan Non-Blok. Sejak pertemuan Belgrade tahun 1961,
serangkaian Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok telah diselenggarakan di
Kairo, Mesir (1964) diikuti oleh 46 negara dengan anggota yang hadir kebanyakan
dari negara-negara Afrika yang baru meraih kemerdekaan, kemudian Lusaka, Zambia
(1969), Alzier, Aljazair (1973) saat terjadinya krisis minyak dunia, Srilangka
(1977), Cuba (1981), India (1985), Zimbabwe (1989), Indonesia, Kolombia, Afrika
Selatan, dan terakhir di Malaysia pada tahun 2003. Dengan didasari oleh
semangat Dasa Sila Bandung, maka pada tahun 1961 Gerakan Non Blok dibentuk oleh
Josep Broz Tito, Presiden Yugoslavia saat itu.
Gerakan Non-Blok (GNB) adalah merupakan
suatu organisasi internasional yang terdiri dari lebih dari 100 negara-negara
yang tidak menganggap dirinya beraliansi dengan atau terhadap blok kekuatan
besar apapun. Tujuan dari organisasi ini, seperti yang tercantum dalam
Deklarasi Havana tahun 1979, adalah untuk menjamin "kemerdekaan,
kedaulatan, integritas teritorial, dan keamanan dari negara-negara
nonblok" dalam perjuangan mereka menentang imperialisme, kolonialisme,
neo-kolonialisme, apartheid, zionisme, rasisme dan segala bentuk agresi
militer, pendudukan, dominasi, interferensi atau hegemoni dan menentang segala
bentuk blok politik. Mereka merepresentasikan 55 persen penduduk dunia dan
hampir 2/3 keangotaan PBB. Negara-negara yang telah menyelenggarakan konferensi
tingkat tinggi (KTT) Non-Blok termasuk Yugoslavia, Mesir, Zambia, Aljazair, Sri
Lanka, Kuba, India, Zimbabwe, Indonesia, Kolombia, Afrika Selatan dan Malaysia.
Anggota-anggota penting yang tergabung
Dalam Gerakan Non-Blok (GNB) di antaranya adalah Yugoslavia, India, Mesir,
Indonesia, Pakistan, Kuba, Kolombia, Venezuela, Afrika Selatan, Iran, Malaysia,
dan untuk suatu masa, Republik Rakyat Tiongkok. Meskipun organisasi ini
dimaksudkan untuk menjadi aliansi yang dekat seperti NATO atau Pakta Warsawa,
negara-negara anggotanya tidak pernah mempunyai kedekatan yang diinginkan dan
banyak anggotanya yang akhirnya diajak beraliansi salah satu negara-negara
adidaya tersebut. Misalnya, Kuba mempunyai hubungan yang dekat dengan Uni
Soviet pada masa Perang Dingin. Atau India yang bersekutu dengan Uni Soviet
untuk melawan Tiongkok selama beberapa tahun. Lebih buruk lagi, beberapa anggota
bahkan terlibat konflik dengan anggota lainnya, seperti misalnya konflik antara
India dengan Pakistan, Iran dengan Irak. Gerakan ini sempat terpecah pada saat
Uni Soviet menginvasi Afganistan pada tahun 1979. Ketika itu, seluruh sekutu
Soviet mendukung invasi sementara anggota GNB, terutama negara dengan mayoritas
muslim, tidak mungkin melakukan hal yang sama untuk Afghanistan akibat adanya
perjanjian nonintervensi.
Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru
Pertama kali mengatakan Penggunaan istilah “Non-Alignment” (Tidak Memihak) Pada
saat pidatonya di Srilangka tahun 1954. Isi pidato tersebut, menjelaskan bahwa
lima pilar prinsipil, empat pilar diantaranya disampaikan oleh Petinggi
Tiongkok Chou En-lai, yang dijadikan pedoman bagi hubungan antara Tiongkok
dengan India. Lima prinsip itu disebut dengan “Panchshell”, yang kemudian
menjadi basis dari Gerakan Non-Blok.
Kelima prinsip tersebut adalah:
- Saling menghormati kedaulatan
teritorial
- Saling tidak melakukan agresi
- Saling tidak mencampuri urusan
dalam negeri
- Setara dan saling menguntungkan,
serta
- Berdampingan dengan Damai
Berdasarkan
penjelasan di atas, maka keberadaan Gerakan Negara-Negara Non-Blok secara tegas
mengacu pada hasil-hasil kesepakatan dalam Konferensi Asia-Afrika di Bandung
1955. Penggunaan istilah bangsa-bangsa non-blok atau “tidak memihak” adalah
pernyataan bersama untuk menolak melibatkan diri dalam konfrontasi ideologis
antara Barat-Timur dalam suasana Perang Dingin. Lebih lanjut, bangsa-bangsa
yang tergabung dalam Gerakan Non-Blok lebih memfokuskan diri pada upaya
perjuangan pembebasan nasional, menghapuskan kemiskinan, dan mengatasi
keterbelakangan di berbagai bidang. Dengan demikian, jelas terang bagi kita
besarnya kontribusi Konferensi Bandung bagi perkembangan Gerakan Non-Blok sebagai
gerakan politik dari negara-negara yang menentang perang dingin.
MISI GARUDA


Yang menjadi dasar Indonesia mengambil
bagian dalam tugas misi Garuda ialah :
Þ Sebagai anggota Dewan Keamanan PBB
Þ Landasan
ideologi Indonesia (Pancasila)
Þ Landasan Konstitusional Indonesia (
Pembukaan UUD 1945)
Þ Perwujudan dari politik luar
negeri Indonesia yang bebas aktif.
Kontingen
Garuda I
Kontingen
Garuda I dikirim pada 8 Januari 1957 ke Mesir. Kontingen Garuda Indonesia I
terdiri dari gabungan personel dari Resimen Infanteri-15 Tentara Territorium
(TT) IV/Diponegoro, serta 1 kompi dari Resimen Infanteri-18 TT V/Brawijaya di
Malang. Kontingen ini dipimpin oleh Letnan Kolonel Infanteri Hartoyo yang
kemudian digantikan oleh Letnan Kolonel Infanteri Suadi Suromihardjo, sedangkan
wakilnya Mayor Infanteri Soediono Suryantoro. Kontingen Indonesia berangkat
tanggal 8 Januari 1957 dengan pesawat C-124 Globe Master dari Angkatan Udara
Amerika Serikat menuju Beirut, ibukota Libanon. Dari Beirut pasukan dibagi dua,
sebagian menuju ke Abu Suweir dan sebagian ke Al Sandhira. Selanjutnya pasukan
di El Sandhira dipindahkan ke Gaza, daerah perbatasan Mesir dan Israel,
sedangkan kelompok Komando berada di Rafah. Kontingen ini mengakhiri masa
tugasnya pada tanggal 29 September 1957. Kontingen Garuda I berkekuatan 559
pasukan.
Kontingen Garuda II
Konga
II dikirim ke Kongo pada 1960 dan dipimpin oleh Letkol Inf Solichin GP. Konga
II berada di bawah misi UNOC.KONGA II berjumlah 1.074 orang dipimpin
Kol.Prijatna (kemudian digantikan oleh Letkol Solichin G.P) bertugas di Kongo
September 1960 hingga Mei 1961.
Kontingen Garuda III
Konga
III dikirim ke Kongo pada 1962. Konga III berada di bawah misi UNOC dan
dipimpin oleh Brigjen TNI Kemal Idris dan Kol Inf Sobirin Mochtar.KONGA III
terdiri atas 3.457orang dipimpin oleh Brigjen TNI Kemal Idris, kemudian Kol.
Sabirin Mochtar.KONGA III terdiri atas Batalyon 531/Raiders, satuan-satuan
Kodam II/Bukit Barisan, Batalyon Kavaleri 7, dan unsur bantuan tempur. Seorang
Wartawan dari Medan, H.A. Manan Karim (pernah menjadi Wkl. Pemred Hr Analisa)
turut dalam kontingen Garuda yang bertugas hingga akhir 1963. Menteri/Panglima
Angkatan Darat Letjen TNI Ahmad Yani pernah berkunjung ke Markas Pasukan PBB di
Kongo (ketika itu bernama Zaire) pada tanggal 19 Mei 1963. Komandan Yon
Kavaleri 7 Letkol GA. Manulang, gugur di Kongo.
Kontingen Garuda IV
Konga
IV dikirim ke Vietnam pada 1973. Konga IV berada di bawah misi ICCS dan
dipimpin oleh Brigjen TNI Wiyogo Atmodarminto.Pada tanggal 23 Januari 1973
pasukan Garuda IV diberangkatkan ke Vietnam yang dipimpin oleh Brigadir
Jenderal TNI Wiyogo Atmodarminto, yang merangkap Deputi Militer Misriga dengan
kekuatan 294 orang yang terdiri dari anggota ABRI dan PNS Departemen Luar
Negeri. Kontingen Garuda IV ini merupakan Kontingen ICCS (International
Commission of Cantre and Supervision) pertama yang tiba di Vietnam. Tugas
kontingen GAruda IV adalah mencegah pelanggaran-pelanggaran, menjaga status
quo, mengawasi evakuasi pasukan dan alat-alat perang serta mengawali pertukaran
tawanan perang.
Kontingen Garuda V
Konga
V dikirim ke Vietnam pada 1973. Konga V berada di bawah misi ICCS dan dipimpin
oleh Brigjen TNI Harsoyo.
Kontingen Garuda VI
Konga
VI dikirim ke Timur Tengah pada 1973. Konga VI berada di bawah misi UNEF dan
dipimpin oleh Kol Inf Rudini.Kontingen Garuda Indonesia VI di resmikan oleh
Menhankam/Pangab Jenderal TNI M. Pangabean. Tugas pokok Kontingen Garuda
Indonesia sebagai peace keeping force atau “Pasukan Pemelihara Perdamaian”.
Komposisi Kontingen tersebut berintikan Yonif 512/Brigif Kodam VIII/Brawijaya
dengan kekuatan 466 orang, dibawah pimpinan Kolonel Inf. Rudini. Sebagai
Komandan Komando Taktis, ditunjuk Mayor Basofi Sudirman. Selain pengiriman
Kontingen, atas permintaan PBB diberangkatkan pula Brigadir Jenderal Himawan
Sutanto sebagai Komandan Brigade Selatan Pasukan PBB di Timur Tengah, pada
tanggal 13 Desember 1973. Kontingen Garuda Indonesia VI tiba kembali di
Indonesia setelah menyelesaikan tugasnya di Timur Tengah selama sembilan bulan.
Pada tanggal 31 September 1974, Kasum Hankam Marsdya TNI Sudharmono atas nama
Menhankam/Pangab membubarkan Kontingen Garuda Indonesia VI dan selanjutnya
diserahkan kepada kesatuan masing-masing.
Kontingen Garuda VII
Konga
VII dikirim ke Vietnam pada 1974. Konga VII berada di bawah misi ICCS dan
dipimpin oleh Brigjen TNI S. Sumantri.
Kontingen Garuda VIII/1
Konga
VIII/1 dikirim ke Timur Tengah pada 1974. Konga VIII/1 berada di bawah misi
UNEF dan dipimpin oleh Kol Art Sudiman Saleh.
Kontingen Garuda VIII/2
Konga
VIII/2 dikirim ke Timur Tengah pada 1975. Konga VIII/2 berada di bawah misi
UNEF dan dipimpin oleh Kol Inf Gunawan Wibisono. Berintikan anggota TNI dari
kesatuan KOSTRAD, yaitu dari YONIF LINUD 305/Tengkorak-BRIGIF LINUD 17/KOSTRAD,
dengan komandan batalyon Letkol Inf.
Kontingen Garuda VIII/3
Konga
VIII/3 dikirim ke Timur Tengah pada 1976. Konga VIII/3 berada di bawah misi
UNEF dan dipimpin oleh Kol Inf Untung Sridadi.
Kontingen Garuda VIII/4
Konga
VIII/4 dikirim ke Timur Tengah pada 1976. Konga VIII/4 berada di bawah misi
UNEF dan dipimpin oleh Kol Inf Suhirno.
Kontingen Garuda VIII/5
Konga
VIII/5 dikirim ke Timur Tengah pada 1977. Konga VIII/5 berada di bawah misi
UNEF dan dipimpin oleh Kol Kav Susanto Wismoyo.
Kontingen Garuda VIII/6
Konga
VIII/6 dikirim ke Timur Tengah pada 1977. Konga VIII/6 berada di bawah misi
UNEF dan dipimpin oleh Kol Inf Karma Suparman.
Kontingen Garuda VIII/7
Konga
VIII/7 dikirim ke Timur Tengah pada 1978. Konga VIII/7 berada di bawah misi
UNEF dan dipimpin oleh Kol Inf Sugiarto.
Kontingen Garuda VIII/8
Konga
VIII/8 dikirim ke Timur Tengah pada 1978. Konga VIII/8 berada di bawah misi
UNEF dan dipimpin oleh Kol Inf R. Atmanto.
Kontingen Garuda VIII/9
Konga
VIII/9 dikirim ke Timur Tengah pada 1979. Konga VIII/9 berada di bawah misi
UNEF dan dipimpin oleh Kol Inf RK Sembiring Meliala.
Kontingen Garuda IX/1
Konga
IX/1 dikirim ke Iran-Irak pada 1988. Konga IX/1 berada di bawah misi UNIIMOG
dan dipimpin oleh Letkol Inf Endriartono Sutarto.
Kontingen Garuda IX/2
Konga
IX/2 dikirim ke Iran-Irak pada 1989. Konga IX/2 berada di bawah misi UNIIMOG
dan dipimpin oleh Letkol Inf Fachrul Razi.
Kontingen Garuda IX/3
Konga
IX/3 dikirim ke Iran-Irak pada 1990. Konga IX/3 berada di bawah misi UNIIMOG
dan dipimpin oleh Letkol Inf Jhony Lumintang.
Kontingen Garuda X
Konga
X dikirim ke Namibia pada 1989. Konga X berada di bawah misi UNTAG dan dipimpin
oleh Kol Mar Amin S.
Kontingen Garuda XI/1
Konga
XI/1 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1992. Konga XI/1 berada di bawah misi UNIKOM
dan dipimpin oleh Letkol Inf Albert Inkiriwang.
Kontingen Garuda XI/2
Konga
XI/2 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1992. Konga XI/2 berada di bawah misi UNIKOM
dan dipimpin oleh May CZI TP Djatmiko.Setelah Kontingen Garuda XI-1 mengakhiri
masa tugasnya pada tanggal 23 April 1992 kemudian tugas selanjutnya diserahkan
kepada Kontingen Garuda XI-2 untuk melaksanakan tugas sebagai pasukan
pemelihara perdamaian PBB di wilayah Irak-Kuwait sebagaimana Kontingen Garuda
XI-1. Kontingen gelombang kedua ini berangkat pada tanggal 23 April
1992.Penugasan Kontingen Garuda XI-2 berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB
Nomor 687 tanggal 3 April 1992 pada paragraf 5 tentang pembentukan dan
tugas-tugas yang dilaksanakan Unikom dan Surat Perintah Panglima ABRI Nomor
Sprin 1024/IV/1992.Sebagai Komandan Kontingen Garuda XI-2 adalah Mayor Czi Toto
Punto Jatmiko. Personel anggota Kontingen Garuda XI-2 terdiri dari 6 perwira.
Sebagai duta bangsa prestasi yang berhasil dicapai Kontingen Garuda XI-2 adalah
berperan mengembalikan personel Amerika Serikat yang ditangkap oleh Polisi Irak
di wilayah Kuwait. Di samping itu Kontingen Garuda XI-2 berhasil membujuk suku
Bieloven untuk tidak melaksanakan kegiatan pasar gelap. Pada tanggal 23 April
1991 Kontingen Garuda XI-2 telah selesai melaksanakan tugas dan kembali ke
tanah air dan mereka kemudian mendapatkan bintang Satyalencana Santi Dharma
dari pemerintah.
Kontingen Garuda XI/3
Konga
XI/3 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1993. Konga XI/3 berada di bawah misi UNIKOM
dan dipimpin oleh May Kav Bambang Sriyono.Garuda XI-2 mengakhiri masa tugasnya
pada tanggal 23 April 1992, maka Kontingen Garuda XI-3 menggantikan Kontingen
Garuda XI-2 untuk melaksanakan tugas sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB
di wilayah Irak-Kuwait. Kontingen ini beranggotakan enam orang perwira ABRI di
bawah pimpinan Mayor Kav. Bambang Sriyono. Mereka berangkat ke wilayah
Irak-Kuwait pada tanggal 19 April 1993 dan kembali ke tanah air pada tanggal 25
April 1994.Atas permintaan Dewan Keamanan PBB pada tanggal 10 Oktober 1993
Pemerintah Indonesia mengirimkan Letkol Inf. Hasanudin sebagai anggota Staf
UNIKOM. Ia termasuk Kontingen Garuda XI/UNIKOM dan berhasil melaksanakan tugas dengan
baik. Pada tanggal 17 Oktober 1994 kontingen ini kembali ke tanah air.
Kontingen Garuda XI/4
Konga
XI/4 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1994. Konga XI/4 berada di bawah misi UNIKOM
dan dipimpin oleh May Inf Muh. Mubin.
Kontingen Garuda XI/5
Konga
XI/5 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1995. Konga XI/5 berada di bawah misi UNIKOM
dan dipimpin oleh May CPL Mulyono Esa.
Kontingen Garuda XII/A
Konga
XII/A dikirim ke Kamboja pada 1992. Konga XII/A berada di bawah misi UNTAC dan
dipimpin oleh Letkol Inf Erwin Sujono.
Kontingen Garuda XII/B
Konga
XII/B dikirim ke Kamboja pada 1992. Konga XII/B berada di bawah misi UNTAC dan
dipimpin oleh Letkol Inf Ryamizard Ryacudu.
Kontingen Garuda XII/C
Konga
XII/C dikirim ke Kamboja pada 1993. Konga XII/C berada di bawah misi UNTAC dan
dipimpin oleh Letkol Inf Darmawi Chaidir.
Kontingen Garuda XII/D
Konga
XII/D dikirim ke Kamboja pada 1993. Konga XII/D berada di bawah misi UNTAC dan
dipimpin oleh Letkol Inf Saptaji Siswaya dan Letkol Inf Asril Hamzah
Tanjung.Pada tanggal 20 Januari 1993 Kontingen Garuda XII-D diberangkatkan ke
Kamboja untuk menggantikan Kontingen Garuda XII-C. Kontingen Garuda XII-D
dipimpin oleh Letkol Inf. Saptdji dan wakilnya Mayor Inf. Suryo Sukanto. Jumlah
personel 850 orang terdiri atas 390 orang dari Yonif 303/SSM Kostrad, 213 orang
anggota Korps Marinir TNI AL dan 217 orang anggota ABRI dari berbagai kesatuan.
Selama penugasan terjadi penyusutan lima orang personel, karena tiga orang
menderita kecelakaan ranjau, satu orang kecelakaan lalu lintas dan satu orang
sakit. Untuk menggantikan personel tersebut dikirim 63 orang, sehingga pada
akhir penugasan berjumlah 908 personel.
Kontingen Garuda XII
Konga
XII dikirim ke Kamboja pada 1992. Konga XII berada di bawah misi UNTAC (civil
police) dan dipimpin oleh Kol Pol Drs S Tarigan dan Kol Pol Drs Rusdihardjo.
Kontingen Garuda XIII
Konga
XIII dikirim ke Somalia pada 1992. Konga XIII berada di bawah misi UNOSOM dan
dipimpin oleh May Mar Wingky S.
Kontingen Garuda XIV/1
Konga
XIV/1 dikirim ke Bosnia-Herzegovina pada 1993. Konga XIV/1 berada di bawah misi
UNPROFOR dan dipimpin oleh Letkol Inf Eddi Budianto.
Kontingen Garuda XIV/2
Konga
XIV/2 dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/2 berada di bawah misi UNPROFOR
dan dipimpin oleh Letkol Inf Tarsis K.
Kontingen Garuda XIV/3
Konga
XIV/3 dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/3 berada di bawah misi UNPROFOR.
Kontingen
Garuda XIV/4
Konga
XIV/4 dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/4 berada di bawah misi UNPROFOR
(civil police) dan dipimpin oleh Letkol Pol Drs Suhartono.
Kontingen Garuda XIV/5
Konga
XIV/5 dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/5 berada di bawah misi UNPROFOR
dan dipimpin oleh Letkol Art Mazni Harun.
Kontingen Garuda XIV/A
Konga
XIV/A dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/A berada di bawah misi UNPROFOR
(Yonkes) dan dipimpin oleh Letkol CKM dr Heridadi. Konga XIV/A ini merupakan
petugas kesehatan.
Kontingen Garuda XIV/B
Konga
XIV/B dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/B berada di bawah misi UNPROFOR
(Yonkes) dan dipimpin oleh Letkol CKM dr Budi Utoyo. Konga XIV/B ini merupakan
petugas kesehatan.
Kontingen Garuda XIV/C
Konga
XIV/C dikirim ke Bosnia pada 1995. Konga XIV/C berada di bawah misi UNPROFOR
(Yon Zeni) dan dipimpin oleh Letkol CZI Anwar Ende. Konga XIV/C ini adalah dari
Batalyon Zeni.
Kontingen Garuda XV
Konga
XV dikirim ke Georgia pada 1994. Konga XV berada di bawah misi UNOMIG dan
dipimpin oleh May Kav M Haryanto.
Kontingen Garuda XVI
Konga
XVI dikirim ke Mozambik pada 1994. Konga XVI berada di bawah misi UNOMOZ dan
dipimpin oleh May Pol Drs Kuswandi. Kontingen ini terdiri dari 15 pasukan.
Kontingen Garuda XVII
Konga
XVII dikirim ke Filipina pada 1994. Kontingen ini bertugas dari 17 Juni 1994
sampai 28 Desember 1994. KONGA XVII dipimpin oleh Brigjen TNI Asmardi Arbi,
kemudian digantikan oleh Brigjen TNI Kivlan Zein, bertugas di Filipina sebagai
pengawas genjatan senjata setelah adanya perundingan antara MNLF pimpinan Nur
Misuari dengan pemerintah Filipina.
Kontingen Garuda XVIII
KONGA
XVIII dikirim ke Tajikistan pada November 1997. Kontingen ini terdiri dari 8
perwira TNI yang dipimpin oleh Mayor Can Suyatno.
Kontingen Garuda XIX/1
Konga
XIX/1 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga XIX/1 beranggotakan 10
perwira TNI dipimpin oleh Letkol K. Dwi Pujianto dan bertugas sebagai misi
pengamat (observer mission).
Kontingen Garuda XIX/2
Konga
XIX/2 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga XIX/2 beranggotakan 10
orang dipimpin oleh Letkol PSK Amarullah. Konga XIX/2 bertugas sebagai misi
pengamat.
Kontingen Garuda XIX/3
Konga
XIX/3 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga XIX/3 beranggotakan 10
perwira dipimpin oleh Letkol (P) Dwi Wahyu Aguk. Konga XIX/3 bertugas sebagai
misi pengamat.
Kontingen Garuda XIX/4
Konga
XIX/4 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga XIX/4 beranggotakan 10
perwira dan dipimpin oleh Mayor CZI Benny Oktaviar MDA. Konga XIX/4 bertugas
sebagai misi pengamat.
Kontingen Garuda XX/A
Konga
XX/A dikirim ke Bungo, Kongo pada 6 September 2003 dan bertugas selama 1 tahun.
Konga XX/A berjumlah 175 prajurit dari Kompi Zeni dibawah pimpinan Mayor CZI
Ahmad Faizal.
Kontingen Garuda XX/B
Konga
XX/B bertugas di Republik Demokratik Kongo. Konga XX/B berasal dari Kompi Zeni.
Kontingen Garuda XX/C
Konga
XX/C dikirim ke Republik Demokratik Kongo pada 28 September 2005. Konga XX/C
berjumlah 175 personel dan dipimpin Mayor Czi Demi A. Siahaan. Konga XX/C
berasal dari Kompi Zeni.
Kontingen Garuda XX/D
Konga
XX/D rencananya akan diberangkatkan ke Republik Demokratik Kongo untuk
menggantikan Konga XX/C yang telah bertugas selama hampir satu tahun. Konga
XX/D berjumlah 175 personel dan dipimpin oleh Mayor Czi Jamalulael. Konga XX/D
berasal dari Kompi Zeni yang terdiri dari kelompok komando 27 orang, tim
kesehatan 11 orang, ton bantuan 30 orang, ton 1 Zikon 22 orang, ton 2 Zikon 22
orang, ton 3 Zikon 22 orang dan ton Alberzi 41 orang.
Kontingen Garuda XXI
Kontingen
Garuda XXI merupakan kontribusi TNI dalam misi perdamaian PBB di Liberia
(UNMIL)yang terdiri dari perwira AD,AL,AU yang terlatih dalam misi PBB dan
mempunyai kecakapan khusus sebagai pengamat militer (UN military observer).
Konga
XXI terdiri dari 3 tahap:
Konga XXI-1 dipimpin oleh Letkol Lek Bayu Roostono, bertugas antara tahun 2003-2004 dalam periode DDRR, pasca perang sipil II.
Konga XXI-2 dipimpin oleh Letkol (L) Putu Angga, bertugas antara tahun 2004-2005 dalam periode pasca pemilu dan pemilu.
Konga XXI-3 dipimpin oleh Letkol (L)Supriatno, bertugas antara tahun 2005-2006 dalam periode pemulihan keamanan, rekonstruksi dan pemerintahan demokratis pertama semenjak perang sipil 14 tahun.
Konga XXI-1 dipimpin oleh Letkol Lek Bayu Roostono, bertugas antara tahun 2003-2004 dalam periode DDRR, pasca perang sipil II.
Konga XXI-2 dipimpin oleh Letkol (L) Putu Angga, bertugas antara tahun 2004-2005 dalam periode pasca pemilu dan pemilu.
Konga XXI-3 dipimpin oleh Letkol (L)Supriatno, bertugas antara tahun 2005-2006 dalam periode pemulihan keamanan, rekonstruksi dan pemerintahan demokratis pertama semenjak perang sipil 14 tahun.
Kontingen
Garuda XXI dalam melaksanakan tugasnya senantiasa didukung oleh Perhimpunan
Masyarakat Indonesia di Liberia (PERMIL).
Kontingen Garuda XXII
Kontingen Garuda XXIII/A
Konga
XXIII/A bertugas sebagai bagian dari Pasukan Perdamaian PBB di Libanon (UNIFIL)
dan rencananya akan berangkat pada akhir September 2006 tetapi kemudian ditunda
karena PBB menunda keberangkatan pasukan perdamaian dari negara-negara Asia
sehingga akhirnya pasukan dikembalikan lagi ke kesatuannya masing-masing.
Kontingen Garuda XXIII/A dipimpin oleh Kolonen Surawahadi dan terdiri dari 850
personel TNI. Anak pertama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Agus Harimurti
Yudhoyono juga ikut serta dalam pasukan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar